Ditolak merupakan respon yang terkadang harus dihadapi seseorang di dalam kehidupan sesehari. Penolakan di tengah relasi pekerjaan, percintaan, pertemanan, keluarga, dsb. Namun, seringkali penolakan menjadi sebuah situasi yang terkadang sulit untuk diterima. Situasi yang tidak jarang mampu menghentikan ‘langkah’ seseorang. Sebuah penelitian mengatakan di saat peristiwa penolakan, ternyata otak memberi respon yang sama seperti ketika seseorang mengalami luka fisik. Bagian usus dan jantung menjadi ‘sakit’ ketika mengalami penolakan. Penelitian ini menunjukkan bahwa penolakan merupakan sesuatu yang tidak mudah untuk dialami. Lalu, bagaimana kita dapat siap untuk ditolak? Kisah perutusan Yehezkiel oleh Allah kepada orang Israel, setidaknya mengajarkan bahwa penolakan menjadi konsekuensi yang tidak bisa tidak diterima, meskipun Yehezkiel berada di pihak Allah. Konsekuensi itu nampak ketika Allah berkata:“…baik mereka mendengarkan atau tidak…(Yeh 2.5)”. Y esus pun demikian, di dalam Injil menurut Markus menceriterakan sekalipun Ia membuat banyak orang takjub atas pengajaran dan mujizat-mujizat yang dilakukan, Ia pun ditolak. Kedua kisah ini setidaknya menyadarkan kita bahwa ditolak menjadi sesuatu yang biasa terjadi. Namun, yang lebih penting adalah bagaimana sejatinya pesan dari Allah, senantiasa harus digaungkan dalam kehidupan sesehari. Hal yang perlu diyakini bahwa setiap hamba yang diutus oleh Allah akan diperlengkapi dengan pertolongan dan kekuatan untuk menyampaikan kebenaran. Maka jangan hentikan langkahmu, sekalipun penolakan terjadi! [CH] |