Kita sering mendengar perseteruan di sekitar kita yang dilakukan oleh antarkelompok. Perseteruan itu terjadi karena merasa paling benar, paling solid, atau “paling-paling” lainnya. Dalam kondisi ini, seolah tiap orang memandang merekalah paling benar. Masalahnya, ketika memandang diri atau kelompoknya paling benar, mereka lalu memandang yang lain salah. Selanjutnya, bisa lebih mengerikan, ketika mereka merasa benar, lalu mengesahkan kekerasan bagi yang berbeda dari mereka. Tindakan-tindakan kekerasan seperti itu kerap menjadi sumber kesengsaraan bagi sesama manusia dan dunia ciptaan Tuhan. Kita perlu selalu mempertanyakan keyakinan kelompok kita yang merasa paling benar, jika berefek kesengsaraan bagi orang lain dan semesta. Hal ini karena ada realita di dunia ini; kita tidak hidup sendirian dengan kelompok kita. Kita hidup di bumi yang didiami berbagai kelompok manusia dan berbagai jenis alam ciptaan Tuhan lainnya. Kecenderungan saling menghambat dan menghancurkan tentu tidak sesuai realitas dunia ini. Kita perlu melihat panggilan untuk dapat hidup bersama, saling membangun, dan mendukung upaya pemeliharaan setiap orang dan alam semesta. Agar Dunia ini menjadi taman indah yang kita diami (bdk dg Konvesi GKI), yang nyaman bagi setiap penghuninya. Kita juga perlu belajar dari apa yang diajarkan Tuhan Yesus. Dalam bacaan Injil, kita menemukan Tuhan Yesus tidak seperti para murid, (Yohanes) yang ketika itu mengutamakan kelompok dan mau menghambat kelompok lain yang melakukan penyembuhan. Para murid (Yohanes) berpikir, hanya kelompoknya sendiri yang boleh menggunakan kuasa kesembuhan dalam nama Tuhan Yesus. Bagi Tuhan Yesus, yang menjadi soal bukan siapa yang membawa kabar kelepasan, sukacita, dan lainnya. Namun, yang utama adalah bagaimana karya Allah, dari mereka yang selalu terhubung dengan Allah, bisa disalurkan untuk pemulihan, kelepasan, pembebasan, perbaikan umat manusia dan alam semesta. Itulah sebabnya para murid diajak untuk memiliki respek kepada mereka yang berlaku dan berbuat demikian. Sikap mengutamakan kelompok/eksklusif juga ditunjukkan Yosua kepada Musa. Yosua meminta Musa mencegah tua-tua di luar kemah (bukan kelompok yang ada dalam kemah yang dianggap orang luar). Namun, mereka kepenuhan Roh Kudus juga, seperti kepada para tua-tua dalam kemah (kelompok Yosua). Jawaban Musa, "Ah, kalau seluruh umat Tuhan menjadi Nabi, oleh karena Tuhan memberi Roh-Nya kepada mereka" adalah ungkapan bahwa semuanya hanya dapat terjadi karena kuasa Tuhan yang tak bisa dibatasi. Dan itu boleh terjadi hanya dalam sekelompok manusia saja. Dari Firman Tuhan ini kita belajar agar dapat selalu respek pada siapapun di sekitar kita, walau mereka berbeda. Utamakan bagaimana kita dan mereka dapat menyelenggarakan karya Allah di muka bumi. Oleh karena itu, kita dapat bergandengan tangan dan hati kepada setiap orang, siapa saja yang memiliki niat baik, serta kemauan untuk menyebarkan damai sejahtera Tuhan di dunia dan alam semesta ini. Tuhan menolong kita semua. [LiN] |