Untuk hidup dengan bahagia, manusia membutuhkan orang lain di sekitarnya. Entah untuk sekadar berbagi cerita, atau untuk hal yang lebih penting: mendapat pertolongan saat membutuhkan. Intinya, manusia tak dapat hidup sendiri. Oleh karena itu, relasi sesama manusia menjadi hal yang penting. Yusuf pernah mendapat perlakuan tidak baik dari saudara-saudaranya sendiri. Namun, dalam Kejadian 45 : 3 - 15, dikisahkan betapa Yusuf tetap memperlakukan saudara-saudaranya dengan baik. Ia berpikir, toh betapa pun kesalahan yang dilakukan saudara-saudaranya dulu, ternyata malah membawanya kepada kehidupan yang lebih baik. Baginya, yang penting adalah agar di masa depan, kehidupan dirinya menjadi damai sejahtera, sehingga ia tidak mau memperpanjang masalah di masa lalu. Ajaran Yesus di dalam Lukas 6:27-38 juga memberikan kepada kita cara pandang yang tidak biasa: kasihilah musuhmu. Ini menjadi semacam tuntutan bagi pengikut Kristus untuk menjadi pembeda dari ajaran lain. Tetaplah bersikap baik kepada orang lain, bagaimanapun perlakuan yang kita terima. Bila kita terbiasa bersikap baik kepada siapa pun, tentu kita berharap hukum timbal balik terjadi: orang akan memperlakukan kita dengan baik pula. Namun, sekalipun harapan itu tidak terjadi, Allah memampukan kita untuk menyatakan kebaikan. Niscaya, damai sejahtera akan melingkupi diri kita. (PWP) |