Dikehidupan sehari-hari begitu banyak hal yang membuat seseorang merasa segala sesuatunya seolah tidak lagi memiliki harapan. Situasi sulit, mau pun keadaan yang tidak mudah untuk dihadapi tidak jarang membuat setiap orang merasa lelah dan putus asa. Di situasi seperti itulah harapan seolah menjauh.

Demikian halnya dengan Abram, nada putus asa begitu jelas tersirat dalam percakapannya bersama Allah. Abram berfokus pada persoalan dan keterbatasan dirinya, seolah Allah tidak lagi memiliki racangan yang lebih baik atas diri-Nya di masa depan. Waktu hidup yang terbatas di usia lanjut, ketiadaan penerus bagi keluarganya menjadi situasi dan persoalan yang membawa Abram dalam perasaan tidak yakin dan merasa tiada harapan.

Perasaan yang dialami oleh Abram sejatinya terkadang mewakili kehidupan banyak orang dalam berhadapan situasi dan persoalan yang tidak mudah. Persoalan dalam keluarga, relasi anak-orangtua dan pasangan, pekerjaan, pelayanan, bahkan pencarian akan masa depan membuat tidak sedikit orang kehilangan pengharapan. Di tengah persoalan yang terjadi, tidak jarang pencarian akan sosok atau tempat untuk meletakkan sesuatu sebagai tumpuan harapannya dilakukan. Namun, ternyata pelarian tersebut justru mengecewakan diri sendiri dan mungkin mendukakan hati Allah.

Kisah perjumpaan Abram dan Allah dapat menjadi pengingat bagi umat percaya, bahwa di tengah rasa lelah, putus asa, sejatinya Allah senantiasa menjadi pribadi yang hadir untuk memberikan pengharapan dan kekuatan. Yang kemudian, akan menjadi sumber energi dan daya dorong bagi Abram (kita) untuk mampu menjalani kehidupan. Allah senantiasa menjanjikan rancangan yang baik dan penyertaan-Nya nyata sekalipun harus menyusuri padang gurun kehidupan. Percayalah, Allah lah sumber kekuatan kita.[CH]