Saat menonton pertandingan sepak bola, kita sering melihat ada pelanggaran yang dilakukan pemain sebuah tim kepada pemain dari tim lain. Tujuan pelanggaran itu agar pemain lawan tidak dapat mencetak gol. Namun, karena dilakukan dengan cara tidak fair atau tidak adil, maka wasit tidak berkenan atas pelanggaran tersebut. Akibatnya, pemain itu diberi kartu kuning. Malah bila pelanggarannya sangat keras, seperti mencederai pemain lawan, atau melakukan yang sudah tidak pantas, maka pelanggaran perlu diberikan kartu merah. Wasit melihat sebuat tindakan yang tidak berkenan menurutnya. Dasar wasit itu tentu bukan secara pribadi, namun ada hukum-hukum peraturan sepak bola yang dianut. Wasit menentukan bagaimana ia berkenan atau tidak berkenan kepada suatu pemain atas dasar tindakan yang dilakukan pemain di atas lapangan. Bagaimana dengan Tuhan? Tuhan, menurut Yesaya 42: 1-9 juga memiliki perkenanan atas umat manusia. Kepada umat-Nya yang kepada siapa Ia berkenan. Ia berkata, “Aku telah menaruh Roh-Ku ke atasnya , supaya ia menyatakan hukum kepada bangsa-bangsa.” (Yesaya 42:1). Berbeda dengan wasit yang memilih hukum negatif, di mana wasit menghukum pemain yang menurutnya tidak berkenan, Tuhan lebih memilih hukum positif. Ia memberi pesan baik kepada orang yang Ia berkenan dengan berkata, “Aku ini, TUHAN, telah memanggil engkau untuk maksud penyelamatan, telah memegang tanganmu; Aku telah membentuk engkau dan memberi engkau menjadi perjanjian bagi umat manusia, menjadi terang untuk bangsa-bangsa, untuk membuka mata yang buta, untuk mengeluarkan orang hukuman dari tempat tahanan dan mengeluarkan orang-orang yang duduk dalam gelap dari rumah penjara.” (Yesaya 42:6-7). Meski begitu, Tuhan meminta kepada umat yang kepada siapa Ia berkenan untuk bertanggung jawab. Di dalam Yesaya 42:6-7 di atas, Ia telah berkenan memanggil umat-Nya, namun di sisi lain, umat-Nya memiliki kewajiban “menjadi terang untuk bangsa-bangsa, membuka mata yang buta, mengeluarkan orang dari tempat tahanan, dan mengeluarkan orang dalam kegelapan.” Menjadi umat yang berkenan di hadapan Allah justru tidak mudah. Ia harus ikut memikul tanggung jawab untuk menjadi sumber terang dan kebenaran bagi sesama. (pwp) |