“…Tak mudah untuk kita, sadari saling mendengarkan hati. Tak mudah untuk kita pahami berbagi rasa di hati…” -Nidji Sepenggal lirik lagu dari sebuah band di tanah air diatas, setidaknya menggambarkan bagaimana peran dari seorang sahabat. Sahabat diyakini sebagai orang yang mau untuk mendengar dan menjadi tempat untuk berbagi. Oleh karena itu, biasanya sahabat dipahami berbeda dibandingkan teman. Ada ungkapan mengatakan : “Seorang sahabat dapat menjadi teman, tetapi teman belum tentu bisa menjadi sahabat!”. Meski menjadi seorang sahabat tidaklah mudah, namun sejatinya seorang sahabat sangatlah dibutuhkan dan dirindukan oleh banyak orang. Setidaknya seorang sahabat menjadi bagian penting untuk membangun komunitas sehat. Sahabat berperan menjadi support system di sebuah komunitas. Bacaan firman pada Injil menurut Yohanes 4 : 4 – 21, 34 – 34 bercerita bagaimana Yesus berjumpa dengan seorang perempuan Samaria di pinggir sumur yang hendak menimba air. Injil mencatat dengan jelas bahwa Orang Yahudi tidak bergaul dengan Orang Samaria. Stereotype dan stigma negative senantiasa menjadi “racun”dalam relasi Orang Yahudi dan Orang Samaria. Namun, gap (celah) relasi yang ada tersebut tidak membuat Yesus menjaga jarak terhadap perempuan Samaria. Bahkan Yesus mampu menciptakan deep talk diantara mereka. Mengapa demikian? Yesus mampu memberi ruang bagi perempuan Samaria untuk mencurahkan isi hatinya, bahkan Yesus tidak menghakimi si perempuan. Tindakan Yesus merupakan sebuah “gaya” yang dapat diteladani. Gaya Yesus menghadapi perempuan Samaria mampu membangun kedalaman berelasi bak seorang sahabat. Lebih jauh, mengubah hidup perempuan Samaria dan orang-orang disekelilingnya. Bagaimana dengan kita? Apakah kehadiran kita di tengah orang lain dapat dirasakan sebagai sahabat! Ada begitu banyak stereotype dan stigma negative yang dilekatkan pada seseorang, yang hadir di tengah kehidupan bersama, yang terkadang menghambat untuk terbangunnya relasi yang sehat (baca: sadari). Mari belajarlah menjadi seseorang yang menghadirkan sukacita, damai sejahtera dan mengubahkan melalui cara kita bertutur kata dan meresponi oranglain. Mulailah menjadi pendengar yang tidak menghakimi (baca: pahami). Disanalah kita belajar untuk mengendalikan diri. Selamat menjadi sahabat bagi semesta. [CH] |