Tsunami yang melanda Jepang pada tahun 2011 dianggap sebagai salah satu bencana alam terburuk yang pernah melanda Negeri Sakura. Namun, di balik musibah tersebut, ada kisah pengorbanan dua orang petugas yang sukses menyelamatkan banyak orang meski harus kehilangan nyawanya sendiri. Mereka adalah Takeshi Miura dan Miki Endo. Mereka sedang bertugas di pos penjagaan divisi penanggulangan bencana, kala tsunami dengan ketinggian 10 meter menerjang. Namun, mereka berdua memilih terus bertahan sembari memberi peringatan kepada penduduk lainnya jika tsunami telah datang. Keduanya kemudian dilaporkan tewas saat bertugas. Takeshi dan Miki pun dikenang sebagai pahlawan yang rela mati demi menyelamatkan nyawa orang lain. Dalam Matius 27:11-26, kita dapat perhatikan sikap Pilatus yang tampaknya mencerminkan tipe pemimpin yang cari aman dengan mendukung orang benar jadi korban. Pada awalnya Pilatus berupaya menjadi mediator yang baik untuk menyelesaikan persoalan internal antara Yesus dan Imam Kepala serta Tua-tua Yahudi (ayat 11,13,17,21-23). Ketika melihat perubahan kondisi dan emosi massa T 2 yang semakin lama semakin meninggi, diperparah dengan provokasi oleh para elite agama Yahudi yang memakai isu penistaan agama sebagai dalil hasutan (ayat 20, 23,25), Pilatus memilih cuci tangan dan mengorbankan Yesus (ayat 24,26). Demikian juga, sikap Imam Kepala serta Tua-tua Yahudi dan orang banyak, demi keberlangsungan jabatan mereka dan kepuasan amarah orang banyak, mereka lebih memilih penawaran dari Pilatus untuk membebaskan Barabas, seorang pemberontak, dan menyalibkan Yesus serta mengatakan dan menyatakan bersedia darah-Nya ditanggung pada anak-anak mereka. Bagaimana dengan sikap keteladanan dari Yesus? Sangat kontras, dengan kesadaran dan ketaatan penuh untuk menggenapi rencana Allah dalam menebus dosa manusia. Sekalipun melalui penderitaan (via dolorossa), dihina, dihujat, diludahi, dipaku, digantung di kayu Salib, dan yang terungkap dari perkataan-Nya di kayu salib, adalah kasih sempurna, dengan permohonan pengampunan Allah dan tidak menanggungkan dosa orang banyak kepada Allah, dan selanjutnya penyerahan nyawa-Nya kepada Allah Bapa. Yesus Kristus adalah pribadi dan pemimpin yang rela dengan sadar mengorbankan dirinya untuk orang-orang yang dikasihi-Nya, yaitu umat manusia yang berdosa. Nats yang sangat terkenal, dalam Yohanes 3: 16, Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. Nats ini, mengajarkan kebenaran hakiki bagi kita. Kasih Allah yang begitu besar, tak terhingga kepada manusia, sekalipun manusia memberontak dan berdosa kepada Allah, hal tersebut tidak membatasi anugerah kasihNya kepada umat manusia. Nats ini, juga memberikan pelajaran bagi kita, bahwa salah satu sifat Allah yaitu kasih yang kekal, tidak lekang oleh waktu, tidak berubah dan tidak terbantahkan oleh keadaan apapun. Sebagai orang Kristen, kita terus belajar untuk mendapat kebenaran dari keteladanan Yesus, dengan menerapkan keikhlasan berkorban bagi yang membutuhkan, dengan kesadaran penuh, bukan karena keterpaksaan. Dalam relasi sosial, di rumah, lingkungan tempat tinggal, tempat pekerjaan, di gereja atau di tengah masyarakat, banyak hal yang membutuhkan uluran kasih atau bantuan atau perhatian kita. Kita dihadapkan pada pilihan atau ujian, relakah kita berkorban, seperti Yesus memilih berkorban untuk kepentingan kehidupan umat manusia yang lebih baik? Berkorban bagi seseorang atau kelompok yang kita kasihi, merupakan hal yang wajar. Namun, berkorban bagi orang yang melukai kita, atau merugikan kita, bukan tindakan yang mudah, kecuali kita bersedia taat sepenuhnya melakukan perintah Tuhan. Sebagai murid Kristus, kita pun harus selalu siap sedia melakukan tindakan rela berkorban bagi sesama. Situasi dan kondisi di sekitar kita mungkin sedang “menuntut” kita berkorban waktu, pikiran, tenaga, emosi. Mendahulukan kepentingan sesama, melakukan sesuatu bagi yang membutuhkan. Marilah kita isi hidup ini dengan perbuatan baik, kasih, pengertian, setia, sabar dan rendah hati. Meskipun tidak mudah, namun hal itulah yang seharusnya kita lakukan dan usahakan. [EK] |