Berkat, dalam berbagai bentuk, antara lain: Prestasi, keberhasilan dan kekayaan sering menjadi fokus hidup manusia, dan menjadi salah satu ukuran yang menentukan bagi seseorang yang membuat perasaan bahwa diriya lebih berharga dibandingkan dengan orang lain yang kurang berhasil. Demikian juga pandangan masyarakat sangat mudah dan cepat lebih menghargai orang yang berprestasi, berhasil dan memiliki kemapanan finansial. Pandangan atau penilaian kehidupan manusia dari ukuran fisik material dalam tampilan luar yang bersifat semu dan tidak abadi, sering membutakan pandangan manusia terhadap sumber berkat sejati, yaitu Tuhan Allah. Dalam kitab Yesaya 55: 1 – 5, disebutkan bahwa Tuhan mengundang umat untuk datang kepada-Nya dan mengalami B Warta Jemaat 2 anugerah-Nya yang melimpah, tanpa uang dan tanpa membayar secara material, namun cukup dengan selalu mendengar dan menaati firman-Nya. Anugerah Tuhan bagi umat yang menaati-Nya, bersifat sempurna, lengkap, tidak hanya material, juga anugerah yang paling berharga yaitu keselamatan dalam Yesus Kristus. Tuhan memberikan anugerah-Nya dalam berbagai cara dan bentuk kepada umat yang setia mendengar dan menaati-Nya. Dalam Matius 14: 13 – 21, di suatu tempat yang terpencil, Yesus melihat orang banyak mengikuti-Nya, tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan, lalu menyembuhkan mereka yang sakit, dan juga melakukan mujizat atas lima roti dan dua ekor ikan, sehingga sejumlah lima ribu laki-laki belum termasuk perempuan dan anak-anak makan sampai kenyang. Peristiwa ini, mengajarkan kepada kita bahwa melalui ‘hal kecil dan sederhana’ dalam berkat Tuhan dapat menjadi besar dan melimpah, bahkan dinikmati bukan hanya individu melainkan juga kelompok masyarakat. Bentuk anugerah Tuhan lainnya dituliskan dalam kitab Mazmur 145: 8 – 9, 14 – 21, dalam sifat-Nya yang pengasih dan penyayang, panjang sabar dan besar kasih setia-Nya. Baik kepada semua orang dan penuh rahmat kepada semua yang dijadikan-Nya. Anugerah Tuhan tersebut aktif dalam kehidupan kita, apabila kita setia mendengar dan melakukan firman-Nya, sehingga bukan hanya kita yang mendapat berkat, juga sesama dan semua ciptaan Allah mendapat berkat dari Allah, secara langsung atau melalui kehidupan kita, sehingga semua ciptaan-Nya memuliakan Tuhan. Orang yang menerima anugerah Allah, sejatinya tidak boleh pasif dan egois, hanya menikmati bagi dirinya sendiri. Harus ada kepedulian, sebagaimana Allah peduli kepada umat manusia yang berdosa sehingga menganugerahkan Anak-Nya yang tunggal supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa melainkan beroleh hidup yang kekal (Yoh 3:16). Dalam penghayatan yang mendalam atas anugerah Tuhan yang diterima Rasul Paulus, dia memiliki kepedulian agar saudaranya yang lain, juga mendapatanugerah keselamatan. Dalam kitab Roma 9: 1 – 5, Paulus menyatakan suasana hatinya yang sangat berdukacita dan selalu bersedih hati, apabila kaum bangsanya secara jasmani tidak menerima anugerah keselamatan dari Allah melalui Yesus Kristus Sang Juruselamat umat manusia. Untuk itu, Paulus terus aktif berkarya bahkan melayani jemaat Tuhan lebih keras dari yang lainnya, siap menghadapi dan mengalami berbagai kesulitan, penderitaan, ancaman pembunuhan, pengorbanan agar semakin banyak orang percaya kepada Tuhan Yesus sehigga memperoleh anugerah keselamatan. Belajar dari firman Tuhan tersebut, maka kita harus memahami bahwa prestasi dan materi hanya akan memberi kebanggaan tetapi tidak kehidupan, karena sejatinya Tuhanlah yang memberikan kehidupan dan segala yang ada di dalamnya, termasuk materi dan prestasi. Selain itu, berkat Allah kepada kita bersifat aktif dan progresif menumbuhkan kepedulian kepada kebutuhan orang lain, bahkan siap mengutamakan kebutuhan orang lain. Sebagaimana yang telah Tuhan Yesus lakukan kepada orang banyak yang mengikuti-Nya. Yesus bahkan mengabaikan kebutuhan-Nya sendiri, demi menolong mereka yang sakit dan lapar di tempat terpencil. Rasa peduli yang harus kita miliki dan kerjakan. Keterbatasan bukan menjadi hambatan atau kendala untuk meneruskan anugerah Tuhan kepada orang lain. Keterbatasan kita, ketika diserahkan ke tangan Sang Sumber Berkat, tidak akan dinikmati sendiri saja, melainkan juga orang lain, sehingga mereka memuliakan Allah. Siap sedia menerima berkat Tuhan, mengandung konsekuensi siap sedia juga dengan tulus membagikan berkat-Nya kepada orang lain, dengan kepedulian dan pertolongan walaupun dengan aksi yang kecil dan sederhana serta tulus akan bermanfaat dan berarti dalam merawat kehidupan diri dan sesama, sehingga melalui tindakan kita, orang lain memuliakan Tuhan Sang Sumber Berkat. (EK) |