Indonesia sebagai negara timur sampai saat ini masih menjunjung dan memelihara nilai nilai kekeluargaan. Hal ini berbeda dengan negara di belahan benua lain. Nilai-nilai ini berkaitan erat dengan perkembangan zaman dan peradaban. Semakin maju sebuah negara, akan semakin egosentris masyarakatnya. Beruntung kita hidup di negara yang semakin berkembang tetapi masih mempertahankan rasa kepedulian terhadap individu anggota keluarga. Hal tersebut harus tetap dijaga, dilakukan, dan diajarkan secara turun temurun dari tiap generasi ke generasi selanjutnya karena bukan tidak mungkin bisa tergerus oleh perubahan zaman. Perkembangan teknologi informasi yang demikian pesat membuat dunia seolah-olah ada dalam genggaman. Tiap individu sepertinya bisa menyelesaikan persoalan kehidupan hanya dengan mencari jalan keluar melalui media sosial. Manusia yang sejatinya adalah makhluk sosial bisa bertransformasi menjadi makhluk tunggal. Hubungan sosial bisa menurun bahkan bisa hilang sama sekali. Fenomena ini jika tidak disikapi dengan hati-hati bisa menjadi salah satu sumber permasalahan bukan hanya dalam komunitas secara luas tetapi justru dimulai dalam sebuah keluarga. Salah satu persoalan yang bisa menjadi pemicu perselisihan adalah orangtua masih memegang teguh didikan, ajaran, dan prinsip kehidupan dari generasi sebelumnya yang mengutamakan sopan santun, tata krama, dan adat ketimuran diperhadapkan dengan generasi yang semakin meniadakan hal tersebut. Bagi mereka hidup tidak perlu dibuat susah, semua harus disikapi dengan santai. Menjadi orangtua bukanlah perkara mudah, bukan hanya sekadar membesarkan anak dan menyediakan kebutuhan hidup mereka, tetapi yang terpenting adalah menanamkan nilai-nilai kehidupan yang positif dan prinsip hidup yang sesuai firman Tuhan. Menjadi seorang anak pun bukan perkara mudah. Bagaimana mereka berusaha menjalani kehidupan sekolah, pertemanan, karier, dan pencapaian masa depan seolah dipaksa berlomba dengan dunia yang bergerak dengan amat sangat cepat. Rasa Insecure di kalangan anak muda sering kali kita jumpai, dalam beberapa kali percakapan tersirat dan tersurat bagaimana mereka diperhadapkan dengan perubahan dunia yang sangat cepat sementara pencapaian yang mereka raih sepertinya terlalu lambat. Persoalan masing-masing individu dalam keluarga seolah-olah menyeret mereka masuk dalam labirin yang tidak berujung dan tiap orang berusaha mencari jalan keluar masing-masing. Dulu, Rasul Paulus juga melihat dan memperhatikan jemaat di Filipi memiliki potensi perpecahan, dengan berbagai macam latar belakang, status dan kondisi jemaat saat itu. Untuk itulah Dia menuliskan nasihat kepada mereka untuk tetap bersatu walau kondisi dan keadaan mereka berbeda (Fil 2: 1 – 13). Memang tidak mudah untuk tetap bersatu di tengah situasi dan kondisi yang mereka alami. Nasihat Rasul Paulus kepada jemaat di Filipi bisa menjadi refleksi bagi setiap individu, bagaimana seharusnya setiap orang bersikap menghadapi pelbagai macam persoalan keluarga. Sudah seharusnya keluarga bersatu hati, saling berpegangan tangan menguatkan satu sama lain. Kasih dan belas kasihan seharusnya mempersatukan kita sebagai sebuah Keluarga. Sehati sepikir dan satu tujuan, memperhatikan kepentingan tiap orang, rendah hati dan mengutamakan orang lain. Bukan sekadar banyaknya waktu yang disediakan bagi keluarga tetapi juga mengenai kualitas waktu itu sendiri. Membangun kebiasaan positif dalam tiap keluarga bisa dimulai dengan hal yang paling sederhana, memberikan salam setiap pagi sebelum melakukan aktifitas, mendoakan setiap anggota keluarga agar bisa menjalani kehidupan hari ini dengan penuh sukacita, menanyakan kegiatan satu sama lain, berbagi cerita tentang hal baik dan tidak menyenangkan sepanjang hari yang dilalui, terkesan sepele tetapi bisa membawa dampak baik bagi setiap anggota keluarga. Bagian terpenting yang harus dilakukan setiap keluarga adalah berdoa dan membaca Alkitab bersama, selalu hadir dan mendukung dalam setiap apa pun yang dihadapi dan melakukan tugas dan tanggung jawab utama masing-masing. Yesus sudah terlebih dahulu mencontohkan kepada kita, sebagai pengikut-Nya sudah selayaknya kita pun meneladani nilai-nilai kehidupan positif tersebut. Keluarga yang hidup dengan landasan Firman Tuhan dan meneladani Kristus. Selamat menikmati karya penyelamatan Allah bersama keluarga, Tuhan memampukan kita. (HRM) |