GKI Jatimurni

Renungan [353]

KEMULIAAN DALAM SOLIDARITAS TANPA BATAS
11/02/2024
2 Raja – raja 2 : 1 - 12
Mazmur 50 : 1 – 6
2 Korintus 4 : 3 - 6
Markus 9 : 2 - 9

Apa yang kita rasakan ketika tahu bahwa orang yang kita kenal atau orang yang kita kasihi akan meninggalkan kita? Saat masih kecil, ketika ditinggal orangtua pergi karena tugas ataupun pekerjaan, kita pasti merasa khawatir, takut, bahkan menangis. Rasa tidak aman dan sendirian menyelimuti. Padahal, mereka hanya pergi untuk beberapa saat saja. Terlebih jika kita akan ditinggalkan untuk selama lamanya, apa yang kita rasakan? Bagaimana kita menyikapinya?

Cerita tentang Elisa yang mengetahui bahwa Elia akan pergi meninggalkannya di dalam bacaan 2 Raja-raja  2: 1-12, mengambarkan dengan jelas sikap Elisa. Dia tidak terlihat takut ataupun sedih. Dia tetap ingin berada di sisi tuannya jika hal tersebut terjadi, walaupun kita yakin bahwa Elisa juga memiliki kekhawatiran dan ketakutan yang sama seperti manusia pada umumnya. Kekhawatiran dan ketakutan tidak menyandera dan menguasainya. Hal tersebut tidak membuat dia menjadi lemah dan berdiam diri. Elisa tetap setia mendampingi Elia sampai Tuhan mengangkatnya ke surga. Bahkan, Elisa menyaksikan secara langsung bagaimana Elia diangkat Tuhan dengan kereta berapi dan kuda berapi.

Respons manusia ketika mendengar, menyaksikan, ataupun mengetahui sesuatu yang dianggap peristiwa besar/spektakuler bahkan dianggap di luar nalar akan berbeda-beda. Sebagian dari kita akan langsung menyebarkan hal tersebut ke orang lain agar terlihat keren, membuat kita seolah-olah menjadi orang pertama yang mengetahuinya dan mengundang decak kagum orang lain. Ada juga yang akan mencari tahu terlebih dulu sumber kebenarannya atau ada juga yang cuek dan tidak menggangap hal tersebut patut diberitakan.

Petrus,  Yakobus dan Yohanes menyaksikan bagaimana Yesus berubah rupa ketika mereka sedang berdoa. Momen kebersamaan mereka di saat-saat akhir keberadaan yesus di dunia sebelum mengalami penderitaan dan penyaliban pasti merupakan momen yang sangat dihargai oleh murid-muridNya. Cerita tentang bagaimana Yesus harus menderita dan berkorban bagi manusia pasti membuat mereka sangat khawatir dan takut. Tetapi sebelum hal itu terjadi, Allah mau menunjukkan kepada mereka bagaimana rencana Allah harus berjalan dan digenapi. Allah tahu persis apa yang dirasakan oleh para murid, sehingga Dia perlu menyatakan janji-Nya bagaimana Yesus akan dimuliakan. Peristiwa Transfigurasi Yesus yang disaksikan Petrus, Yakobus, dan Yohanes ingin menguatkan mereka bahwa penderitaan dan pengorbanan yang dialami Yesus tetap harus terjadi agar kemuliaan Allah dinyatakan melalui anak-Nya yang tunggal. Ketika peristiwa besar itu terjadi, mereka tidak sabar ingin menceritakan kepada orang banyak apa yang telah mereka saksikan. Yesus sang sumber berita tidak silau dengan kemegahan yang ditunjukan pada saat peristiwa itu terjadi, tidak seperti manusia yang sering kali mengalami sindrom ketenaran (Star Syndrome). Alih-alih menikmati kekaguman yang akan Dia dapatkan, justru Yesus melarang keras murid-murid menceritakan pengalaman dahsyat yang mereka alami.  Dia tidak ingin Kemuliaan Allah yang dinyatakan pada-Nya mengaburkan arti penyiksaan, penyaliban, dan pengorbanan Anak Manusia. Yesus berfokus kepada rencana Allah, bagaimana taat dan setia seorang hamba kepada tuannya. Meskipun Dia adalah aktor utama dalam peristiwa paling dahsyat yang pernah terjadi di muka bumi, tetapi Dia tidak ingin menjadi pusat perhatian. Pujian, hormat, dan kemuliaan hanya bagi Allah di tempat yang maha tinggi. (HRM)

HRM
Sonny W Adi
13/02/2024 10.53.19