Yesus dan para murid-Nya baru saja menjalani hari yang panjang, melayani dan mengajar orang banyak, hingga hari mulai menuju petang. Yesus dan murid-murid memutuskan untuk menyeberangi danau dengan perahu. Sesaat setelah perahu berlayar, angin bertiup sepoi-sepoi dan Yesus langsung terlelap di buritan.

Tiba-tiba, angin berubah menjadi topan badai yang mengerikan. Ombak besar datang bergulung, menyemburkan air ke dalam perahu, dan dalam sekejap suasana menjadi kacau. Ketakutan, kepanikan, dan keputusasaan melanda para murid.

Murid-murid berjuang keras agar perahu tidak oleng dan terbalik. Mereka merasa panik meskipun Yesus ada bersama mereka. Mereka panik meskipun sering menyaksikan berbagai mukjizat yang Yesus buat.

Markus 4:38-39 mengatakan demikian, “Pada waktu itu Yesus sedang tidur di buritan di sebuah tilam. Maka murid-murid-Nya membangunkan Dia dan berkata kepada-Nya: "Guru, Engkau tidak peduli kalau kita binasa?"

Ia pun bangun, menghardik angin itu dan berkata kepada danau itu: "Diam! Tenanglah!" Lalu angin itu reda dan danau itu menjadi teduh sekali.

Perikop dalam Markus 4:35–41 ini menggambarkan kehidupan kita. Seringkali, kita merasa nyaman, namun tiba-tiba badai datang mengubah hidup. Badai ini bisa berupa masalah keuangan, kesehatan, atau konflik dalam hubungan. Terkadang, kita merasa sendirian dan bertanya di mana Yesus?

Pada ayat ke 40, “Lalu Ia berkata kepada mereka: "Mengapa kamu begitu takut? Mengapa kamu tidak percaya?"

Dalam pelayanan gereja, badai bisa berupa tantangan dalam menjalankan program, perpecahan di antara jemaat, atau kekurangan SDM untuk melayani. Bahkan, kita sudah melayani dengan sepenuh hati, muncul komentar miring.

Mari kita tetap berkomitmen dalam pelayanan dan mengandalkan Yesus dalam segala situasi. Ketika badai datang, ingatlah bahwa Yesus ada bersama kita dalam perahu, menenangkan setiap badai dalam kehidupan pribadi maupun pelayanan gereja, dan membuat kita mampu bertahan. Amin. (hw)