Kebenaran Itu Seringkali Menyakitkan.” Betapa seringnya kita mendengar kalimat itu terlontar dari orang-orang sekitar kita, atau mungkin dari diri kita sendiri. Pada umumnya, orang tidak suka mendengar kebenaran karena seringkali menyakitkan. Kebenaran seringkali menyingkapkan dosa, kesalahan, kecurangan, dan berbagai sisi buruk hidup kita. Membentur ego dan kesombongan dan membuat kita tidak nyaman dan berusaha menghindari kebenaran itu. Namun, ibarat pil pahit yang tidak enak untuk ditelan tetapi baik untuk kesembuhan, demi kebaikan dan kesembuhan hidup kita, kebenaran itu pun perlu kita telan dan terima. Bila kita menerima kebenaran yang pahit itu dengan hati terbuka dan mengingat betapa Tuhan sangat mengasihi kita, kebenaran itu bisa menjadi manis seperti madu di mulut kita. Seperti yang dialami Nabi Yehezkiel (Yehezkiel 3 : 3) dan Yohanes (Wahyu 10 : 9b). Dengan mau mengintrospeksi diri dan rendah hati, justru sebaliknya kebenaran itu membawa pembaruan, keselamatan, dan kesembuhan bagi hidup kita. Firman Tuhan diberikan untuk kebaikan kita, memberi kita hikmat dan kekuatan untuk dapat hidup dengan benar sehingga kita terhindar dari hal-hal yang membahayakan dan merugikan hidup kita (2 Timotius 3 : 16). Orang yang menutup diri terhadap kebenaran dan teguran akan sulit berubah dan berkembang. Namun, orang yang membuka hati terhadap kebenaran dan teguran, akan mengalami banyak kebaikan, kemajuan, dan cepat bertumbuh berkembang. Sebagai orang yang percaya Kristus, kita juga tidak boleh tinggal diam bila melihat ketidakbenaran terjadi di sekitar kita. Terlebih lagi jangan sampai ketidakbenaran itu semakin merajalela. Kasih itu tidak bersukacita kerena ketidakadilan, tapi karena kebenaran (I Korintus 13 : 6). Kita juga dituntut berani menyampaikan kebenaran Firman Tuhan dan berani menyampaikan teguran karena itu juga menjadi tugas kita sebagai anak-anak Tuhan. Menyampaikan kebenaran dan memberi teguran bukanlah perkara yang mudah karena telinga manusia cenderung mendengar apa yang manis walaupun yang manis itu tidak selalu benar. Bahkan, terkadang menyesatkan dan menghancurkan. Berani menyampaikan kebenaran dan teguran seringkali berujung pada ketidakenakan, fitnah, bahkan kematian, apa lagi bila yang ditegur adalah seorang penguasa seperti yang dialami Yohanes Pembaptis yang dengan berani menegur Raja Herodes atas perbuatannya yang tercela memperistri Herodias, isteri dari saudaranya sendiri. Maka Herodes menyuruh orang untuk menangkap Yohanes dan membelenggunya di penjara. Sebenarnya Herodes ingin membunuh Yohanes Pembaptis tapi ia tidak berani karena nama Yohanes Pembaptis saat itu cukup terkenal sebagai seorang nabi yang diurapi Tuhan. Namun akhirnya Yohanes Pembaptis dipenggal kepalanya atas permintaan anak perempuan Herodias yang tampil mempesona saat membawakan tarian di acara perjamuan istana. Raja Herodes yang terpesona akan tarian sang puteri pun berjanji akan memberikan hadiah apa pun yang diminta sang puteri. Herodias yang juga mendendam atas teguran Yohanes Pembaptis membisikkan kepada puterinya untuk meminta kepala Yohanes Pembaptis. Teguran yang berakhir tragis berujung pada kematian. Dalam menyampaikan kebenaran dan teguran ada dua hal penting yang perlu kita perhatikan yaitu Pertama, motivasi. Motivasi hati kita haruslah dilandasi kasih yang tulus, bukan karena ego kita semata, bukan juga karena dendam, atau karena ingin menjatuhkan. Kita menegur dan menyampaikan kebenaran karena kita mengasihi dan kita tidak tahan melihat orang lain hidup dalam dosa dan melakukan ketidakbenaran. Kedua, cara kita menegur juga harus bijaksana dan lemah lembut. Tidak kasar atau dengan nada suara tinggi, tidak dengan merendahkan dan merasa diri kita lebih baik atau lebih suci. Sekalipun menyampaikan kebenaran tidak selalu berujung manis. Terkadang membawa ketidakenakan seperti dimusuhi, dijauhi, difitnah, bahkan dibunuh seperti yang dialami Yohanes Pembaptis, beranikah kita untuk tetap menyuarakan kebenaran? Apakah kita ingin menyenangkan manusia atau menyenangkan hati Tuhan? Lebih taat kepada manusia atau kepada Tuhan? Mencari perkenanan manusia atau perkenanan Tuhan? Rasul Paulus berani bersikap tegas, ia lebih memilih taat kepada Tuhan dari pada manusia dan mencari perkenanan Tuhan bukan perkenanan manusia (Galatia 1 : 10). Bagaimana dengan kita? Kebenaran memang pahit tapi membawa kesembuhan. Teguran memang tak semanis pujian tapi menghindarkan kita dari kejahatan. (FML) |