Emile Durkheim—seorang Sosiolog Perancis mengatakan, solidaritas adalah suatu hubungan antara individu atau kelompok yang terikat perasaan moral dan kepercayaan yang dianut bersama dan diperkuat oleh pengalaman emosional bersama. Lebih lanjut, Durkheim membagi konsep solidaritas menjadi dua bentuk yaitu Solidaritas Mekanik, yang ditandai dengan aktivitas, pekerjaan, serta tanggungjawab yang sama. Yang kedua, Solidaritas Organik, ditandai masyarakat yang memiliki kehidupan kompleks dan terbagi oleh pekerjaan berbeda. Melalui teori di atas, sejatinya solidaritas organik memiliki tantangan besar untuk dapat diwujudkan. Tantangan itu datang dalam menghadapi kemajemukan masyarakat dan multi peran yang dimiliki setiap orang. Namun, di sisi lain, solidaritas organik dapat menjadi perekat dalam hubungan sosial. Lalu, apa yang dikatakan Kitab Suci tentang solidaritas? Teks Injil Yohanes, menceriterakan kisah Yesus memberi makan (kira-kira) lima ribu orang laki-laki. Kisah ini seringkali ditafsirkan dengan fokus pada mukjizat yang Yesus lakukan. Tentu, tidak ada yang keliru dengan tafsiran tersebut. Namun, kisah ini tentu tidak hanya berbicara tentang mukjizat, tetapi ada makna lain di dalamnya yaitu tentang solidaritas. Kok bisa? Ya, solidaritas itu ditunjukkan oleh seorang anak (yunani: paidairon=anak laki-laki), bukan laki-laki dewasa! Fakta ini menunjukkan, anak-anak ‘lebih mudah’ memiliki hati yang solider dibandingkan orang dewasa. Anak ini juga memperlihatkan ketulusan hati di mana ia mempercayakan miliknya pada Yesus—yang dapat memberi makan banyak orang. Hal lain yang dapat kita maknai, ia memiliki perasaan emosional terhadap kebutuhan orang lain, tidak memikirkan dirinya sendiri. Bukankah, terkadang orang dewasa kehilangan ketulusan hati? Di mana hanya terjebak pada pemikiran untung-rugi (penuh kalkulasi) dan mungkin atau tidak mungkin (pesimistis) saat melakukan sesuatu untuk orang lain. Di tengah dunia yang kompleks, sikap solidaritas justru dilupakan. Bukankah dengan solidaritas, kesejahteraan sosial bagi semua ciptaan dapat diwujudkan? Solidaritas harus dimulai dari diri sendiri! Kisah Injil mengajarkan bagaimana solidaritas seorang anak mampu memberi dampak besar (baca: mukjizat). Ingatlah, untuk menghasilkan dampak yang besar, mulailah melakukan yang kecil! [CH] |