GKI Jatimurni

Renungan [382]

HATI SEORANG PEMIMPIN
01/09/2024
Ulangan 4 : 1 - 2, 6 - 9
Mazmur 15
Yakobus 1 : 17 - 27
Markus 7 : 1 – 8, 14 – 15, 21 – 23

Charles J. Keating dalam bukunya Kepemimpinan: Teori dan

Pengembangannya (terj. A. M. Mangunhardjana) berkata, “Kepemimpinan merupakan suatu proses dengan berbagai cara mempengaruhi orang atau sekelompok orang untuk mencapai suatu tujuan bersama”. Keating juga menyampaikan bahwa kepemimpinan terkait dengan kekuasaan. Lebih jauh, Keating mengingatkan dengan istilah ‘permainan kuasa’. Istilah ini memiliki pengertian yaitu di mana terdapat ungkapan atau perilaku yang dilakukan seseorang untuk menguasai, mengawasi, mengarahkan, memanfaatkan, memanipulasi perilaku orang lain, tanpa orang lain itu mengetahuinya.

Melalui ungkapan Keating di atas, memberikan pemahaman bahwa seorang pemimpin sejatinya memiliki peranan penting dalam kehidupan sehari-hari. Seorang pemimpin setidaknya memiliki daya dorong bagi terwujudnya sebuah tujuan. Terlepas tujuan itu baik atau tidak baik.

“Peringatan Darurat” yang viral di media sosial belakangan ini setidaknya menunjukkan bahwa Indonesia sedang mengalami krisis kepemimpinan. Di tengah masyarakat muncul keprihatinan pada sosok pemimpin. Pemimpin yang diharapkan dapat menggunakan kuasanya dengan benar, namun yang terjadi justru sebaliknya! Oleh karena itu, penting untuk membicarakan tentang hati yang dimiliki seorang pemimpin. Mengapa demikian? Dalam kehidupan Kristiani, hati diyakini sebagai sumber dari segala sesuatu. Firman Tuhan dalam Amsal 4:23 berkata “Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari sanalah terpancar kehidupan”. Sabda Tuhan ini memperlihatkan bahwa sejatinya hati merupakan sumber kehidupan manusia. Apa yang ada di dalam hati, itulah yang akan nampak dan berdampak pada kehidupan. Dengan demikian, setiap orang yang menjalankan fungsi kepemimpinan (Di keluarga, kantor, gereja, masyarakat, dsb) diingatkan untuk perlu menjaga dan mengawasi hati. Jika kembali membicarakan tujuan dari seorang pemimpin, maka sejatinya hati perlu dijaga benar dengan sungguh agar tujuan yang ingin dicapai merupakan sesuatu yang baik dan benar.

Bacaan Injil Markus di minggu ini memperlihatkan bahwa Yesus mengkritik orang-orang Farisi dan para ahli Taurat dengan sebutan ‘orang-orang munafik’. Sebutan tersebut tentu bukanlah tanpa alasan, Yesus mengetahui hati mereka. Bagaimana perilakuperilaku mereka sejatinya tidak mencerminkan hati yang cinta pada Allah. Perilaku mereka hanya didasarkan motivasi yang keliru: mementingkan diri sendiri, menunjukkan kesalehan pribadi menjadi ‘kemasan diri’, bahkan mengutamakan kelompok mereka. Yesus juga mengatakan, mereka mengabaikan perintah Allah dan hanya memegang adat istiadat manusia. Hal ini tentu menjadi pengingat bagi kita, bahwa kita perlu memiliki hati yang benar dalam ‘kacamata’ Allah, bukan manusia. Maka kepemimpinan haruslah didasari oleh hati yang benar dan diterangi oleh nilai-nilai Allah yaitu kasih, kebenaran, dan keadilan. Sebagai pemimpin, waspadai ungkapan dan perilakumu! [CH]   

CH
Sonny W Adi
01/09/2024 20.31.23