Sebuah kutipan dalam buku karya Ellen G. White berjudul Steps to Christ berkata, “Semakin dekat kamu datang kepada Yesus, semakin banyak bukti kasih-Nya untukmu.” Setidaknya kutipan tersebut ingin menyatakan bahwa semakin kita mendekatkan diri kepada Tuhan, baik melalui doa, taat membaca firman Tuhan, dan hidup menurut ajaran-Nya, maka kita akan merasakan kasih-Nya yang nyata dalam kehidupan kita. Sementara itu, kisah Menara Babel yang tercatat dalam Kejadian 11:1–9 menggambarkan konsekuensi dari ketidaktaatan manusia terhadap rencana Allah. Pada masa setelah air bah surut, seluruh manusia masih berbicara dalam satu Bahasa dan hidup bersama di suatu wilayah yang subur bernama Sinear (Kejadian 11:2). Di sana, manusia sepakat membangun sebuah kota dan menara yang menjulang tinggi hingga ke langit. Mereka melupakan bahwa Tuhan sudah memerintahkan manusia untuk “beranak cucu dan memenuhi bumi”. (Kejadian 9:1). Pada akhirnya, usaha yang mereka lakukan tidak pernah berhasil karena tidak sejalan dengan kehendak Tuhan, dan Tuhan pun mengacaubalaukan bahasa mereka dan menyebarkan mereka ke seluruh penjuru bumi (Kejadian 11:7-9). Berabad-abad kemudian, setelah kejadian di Babel, sebuah peristiwa penting terjadi di Yerusalem. Murid-murid Yesus berkumpul, tidak dengan semangat kesombongan, tetapi dalam kerinduan dan ketaatan. Roh Kudus dicurahkan, dan mereka mulai berbicara dalam berbagai bahasa, dengan tujuan yang sama dan mendengar satu pesan yang sama: “Perbuatan perbuatan besar yang dilakukan oleh Allah.” Kisah menara Babel di dalam Kejadian 11:1-9 adalah kisah yang sesungguhnya berbanding terbalik dengan semangat kesatuan yang ada di dalam Allah melalui peristiwa Pentakosta (Kis. 2:1-21). Hadirnya Roh Kudus dalam peristiwa Pentakosta semakin memperkokoh pemahaman bahwa Allah adalah Allah persekutuan yang mempersatukan. Pada akhirnya kita akan memahami bahwa inilah pekerjaan Roh Kudus, yaitu menyatukan yang tercerai, mempertemukan dalam perbedaan, dan membawa harmoni dalam keberagaman. Di Babel, bahasa memisahkan karena manusia meninggikan diri, di Pentakosta, bahasa menyatukan karena Allah ditinggikan. (SHU) |